Cari

duduoel

Kuliah di Turki dengan Beasiswa

BAB 1: SYARAT-SYARAT SAHNYA KHILAFAH

Definisi Khilafah

Khilafah atau Imamah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin diseluruh dunia. Khilafah menerapkan syariat islam di wilayahnya dan menyebarkan islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.  Khilafah adalah sebuah nama negara sekaligus nama sistem pemerintahan. Sistem khilafah berbeda dengan seluruh sistem buatan manusia seperti teokrasi, kerajaan, demokrasi, republik, dll.
Khilafah memiliki beberapa sinonim, diantaranya: imamah, daulah islam dan darul islam. Imamah berarti kepemimpinan, daulah islam berarti negara islam (islamic state), dan darul islam berarti daerah islam. Ketiga kata tersebut pada hakikatnya memiliki makna yang sama, namun untuk menghilangkan perbedaan maksud maka kita sebut saja khilafah. Sebab imamah juga digunakan oleh agama syiah imamiyyah yang menganggap bahwa imam mereka ma’sum atau suci, daulah islam juga kadang digunakan untuk negara regional (tidak seperti khilafah yang merupakan negara internasional), dan darul islam yang sering digunakan untuk menyebut negri-negri kaum muslimin yang sekarang padahal didalamnya tidak diterapkan syariat islam kaffah.
Khalifah adalah kepala negara khilafah. Pengangkatannya dengan metode baiat, meskipun boleh saja didahului oleh pemilihan dan musyawarah, namun yang menjadikan khalifah itu sah atau tidak adalah dia dibaiat atau tidak. Khalifah memiliki beberapa sinonim, diantaranya: Imam, Amirul Mukminin, Ulil Amri, dan Sultan. Khalifah bertanggungjawab penuh atas pengurusan urusan umat (baik muslim maupun ahlu dzimmah yaitu kafir yang tunduk dibawah naungan negara islam) dengan syariat islam. Khalifah berhak mengadobsi salah satu ijtihad dalam sebuah persoalan jika terjadi perbedaan dalam menerapkan syariat islam.

Khilafah, wajibkah?

Umat islam wajib hidup dalam naungan khilafah islam. Sepanjang sejarah, umat islam tidak pernah hidup tanpa khilafah kecuali paska diruntuhkannya khilafah islamiyyah utsmaniyyah tahun 1924. Khilafah bahkan merupakan mahkotanya kewajiban, sebab banyak kewajiban yang tidak bisa terlaksana sempurna kecuali dengan khilafah. Diantaranya hukum hudud (hukum pidana islam), jizyah (pajak untuk ahlu dzimmah), penarikan zakat, jihad offensif (jihad untuk membuka penghalang dakwah dan memperluas wilayah khilafah), dan persatuan umat islam. Tanpa khilafah tidak ada perlindungan darah, harta, dan kehormatan kaum muslimin, hal ini terbukti dengan banyaknya pembunuhan atas umat islam sejak runtuhnya khilafah seperti pembantaian di Palestina, Bosnia, Afghanistan, Irak, Rohingya, Xinjiang, Poso, Somalia, Mali, Kashmir, Pakistan, Suriah, dan sebagainya.
Allah SWT berfirman:
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. al-Maidah: 48)
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (QS. al-Maidah: 49)
Memutuskan perkara berdasarkan hukum Allah jelas merupakan kewajiban yang menjadi konsekuensi dari syahadat. Ayat diatas melarang kaum muslimin membuat aturan-aturan yang dibuat tidak berlandaskan syara’ atau menyelisihi syara’. Misalnya dalam pencurian, membuat aturan bahwa ”barangsiapa yang mencuri maka akan dipenjara” ini sangat bertentangan dengan syara’, sebab Allah telah memutuskan untuk melakukan hukum potong tangan bagi pencuri (lihat QS. Alma’idah: 38).
Rasulullah SAW bersabda: “Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.”(HR Muslim)
Hadits diatas menunjukkan betapa pentingnya kewajiban menegakkan khilafah, bahkan perkara ini disebut sebagai perkara hidup atau mati. Matinya seorang muslim adalah suatu perkara yang amat besar dihadapan Allah, namun lebih besar lagi jika sampai umat islam hidup dengan dua kepala negara.
Mengomentari hadits diatas, Ibn Hazm rahimahullah menuturkan, “kaum Muslim di seluruh dunia tidak boleh memiliki dua orang imam/khalifah, baik keduanya saling sepakat ataupun berselisih, di dua tempat berbeda atau di tempat yang sama” (Ibn Hazm, al-Muhalla, IX/360, Idârah at-Thabâ’ah al-Munîriyyah, Kairo. 1938 M).
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa tidak boleh diakadkan baiat kepada dua orang khalifah pada satu masa, baik wilayah Negara Islam itu luas ataupun tidak” (Imam an-Nawawi, Syarh an-Nawâwî ‘alâ Shahîh Muslim, XII/232).
Kewajiban mengangkat satu orang khalifah untuk seluruh kaum muslimin juga ditunjukkan oleh perbuatan sahabat Nabi yang merupakan ijma’ sahabat ketika Nabi Muhammad SAW wafat, maka sahabat bersegera mungkin mengangkat pemimpin penggantinya (khalifaturrasul), bahkan sampai para sahabat tidak mengurusi jasad Rasulullah SAW sebelum terangkat khalifah.
Padahal mengurus jenazah adalah fardlu kifayah yang sangat diperintahkan untuk disegerakan pelaksanaannya, dan dalam hal ini bukan jasad sembarangan orang, namun jasad Rasulullah SAW, namun ternyata mengangkat khalifah lebih penting dan lebih disegerakan. Ini menunjukkan bahwa mengangkat satu khalifah untuk seluruh umat islam adalah kewajiban yang sangat mendesak.
Kewajiban mengangkat satu khalifah untuk seluruh kaum muslimin (khilafah) adalah kewajiban yang tidak ada perselisihan tentangnya oleh para Ulama salafus shalih. Imam Al-Mawardi rahimahullah dalam kitabnya Ahkam Assulthaniyyah berkata, “Imamah diletakkan (diposisikan) untuk mengganti nabi dalam menjaga agama dan mengurus dunia, dan mengangkat orang yang melakukannya (menjaga agama dan mengurus dunia) ditengah-tengah umat merupakan kewajiban berdasarkan ijma’”

Syarat sah khilafah

Sebagaimana ibadah ataupun muamalah lainnya, penegakan khilafah juga memiliki syarat. Meskipun hal ini dalam tataran bernegara tetap saja hal ini tidak bisa lepas dari islam. Sebagian kaum muslimin hari ini berpandangan bahwa jika dalam hal ibadah maka dia memakai islam, namun dalam hal bernegara maka dia memakai hukum positif hasil buatan manusia. Inilah yang dinamakan sekulerisme atau pemisahan agama dengan kehidupan yang terwujud dalam pemisahan agama dan negara.
Paham ini sangat berbahaya, karena telah menghilangkan sebagian ajaran islam. Ketika islam dihilangkan dalam bernegara, berarti telah hilang hukum hudud seperti potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk pada peminum minuman keras, hukuman mati bagi pembunuh dan orang murtad, dan masih banyak lagi. Kewajiban penarikan zakat akan berubah menjadi kewajiban penarikan pajak, wanita akan bebas keluar rumah tanpa menjaga kehormatan dengan mengumbar aurat, dan kriminalitas pasti terus merajalela dan akhlak atau moralitas umat akan semakin hancur. Hal ini telah terbukti baik di negri kita sendiri (indonesia), maupun di negri-negri muslim lainnya.
Sebagian orang yang mengetahui kewajiban pengangkatan khalifah tapi tidak memahami syarat-syaratnya, menyebebakan pengangkatan khalifah tidak sah secara syar’i. Ketika muncul khalifah yang tidak syar’i maka mendorong kelompok lainnya mengangkat khalifah yang tidak syar’i pula, sehingga seakan khalifah sudah ada namun tidak ada nilainya dihadapan syar’i. Sah atau tidaknya khilafah sebenarnya sangat mudah dikenali, yaitu: adanya wilayah, adanya pemimpin yang sah dan dibaiat, hukum menggunakan syariat islam totalitas, dan tidak dibawah aliansi lain (seperti PBB, Liga Arab, dll) alias harus independen. Jika memenuhi syarat tersebut maka khilafah telah sah berdiri.
Al-’Allamah Syaikh ‘Abd al-Qadim Zallum dalam Kitab Nizham Hukmi fil Islam menyatakan tentang wilayah yang berhasil menegakkan Khilafah harus memenuhi 4 syarat:
Pertama, kekuasaan wilayah tersebut bersifat independen, hanya bersandar kepada kaum Muslim, bukan kepada negara Kafir, atau di bawah cengkraman kaum Kafir.
Kedua, keamanan kaum Muslim di wilayah itu di tangan Islam, bukan keamanan Kufur, dimana perlindungan terhadap ancaman dari dalam maupun luar, merupakan perlindungan Islam bersumber dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam murni.
Ketiga, memulai seketika dengan menerapkan Islam secara total, revolusioner dan menyeluruh, serta siap mengemban dakwah Islam.
Keempat, Khalifah yang dibai’at harus memenuhi syarat pengangkatan Khilafah (Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu), sekalipun belum memenuhi syarat keutamaan. Sebab, yang menjadi patokan adalah syarat in’iqad (pengangkatan).
Syarat pertama menjelaskan tentang wilayah yang harus bersifat independen yaitu harus ditangan kaum muslimin. Di wilayah yang hendak didirikan daulah islam atau khilafah tersebut meski ada beberapa pihak yang tidak setuju, tapi mereka tidaklah punya kuasa untuk menolak kekuasaan islam.
Sebagaimana di Madinah ketika Nabi SAW menegakkan daulah islam, maka disana islam berkuasa, meskipun ada orang-orang munafik dan Yahudi yang menyimpan kebencian dihati mereka dan sewaktu-waktu bisa melakukan makar, namun mereka bungkam karena islam telah berkuasa penuh. Seberapa luas wilayah tersebut, tidaklah pernah syara’ menyebutkannya, baik kecil maupun luas, selama islam mendominasi disitu maka bisa menjadi daulah islam. Wilayah khilafah tidak seperti wilayah negara pada umumnya zaman ini yang statis. Wilayah khilafah sangat dinamis, Khilafah wajib terus memperluas wilayahnya dengan dakwah dan jihad ke seluruh dunia dan bisa saja wilayahnya berkurang jika kalah dalam pertempuran.
Syarat kedua menjelaskan tentang keamanan di wilayah tersebut. Keamanan yang dimaksud bukanlah wilayah tersebut harus aman 100%, karena hal itu mustahil. Namun yang dimaksud adalah penjagaan diwilayah tersebut haruslah ditangan umat islam. Misalnya polisi dan militer di wilayah itu (wilayah khilafah) adalah polisi/militer islam bukan polisi/militer negara lain atau gabungan dari negara lain (misal PBB). Daulah islam atau khilafah juga tidak boleh tunduk dibawah negara atau persyerikatan lainnya, khilafah harus independen  dalam memutuskan keputusan-keputusannya tanpa dipengaruhi/ditekan pihak diluar wilayahnya. Hal ini penting karena tanpa hal ini penerapan syariah kaffah tidak akan bisa terwujud disebabkan pemerintahan islam tidak punya kuasa melakukan pengurusan urusan umat.
Syarat ketiga menjelaskan bahwa negara khilafah harus menerapkan syariat islam saja tanpa mencampur dengan hukum-hukum buatan manusia yang menyelisihinya, semisal demokrasi, kapitalisme dan komunisme. Pemberlakukan syariat ini bisa dilihat dari mahkamah-mahkamah yang memutuskan perkara di pengadilan menggunakan fiqh islam.
Tidak perlu khilafah langsung menerbitkan undang-undang tertulis, karena menerbitkan undang-undang tertulis adalah pilihan bagi khalifah, sedangkan yang wajib adalah penerapan syariat islam secara kaffah. Khalifah wajib menunjuk orang-orang yang faqqih (paham hukum islam) untuk menjadi Qadhi (di Indonesia dikenal dengan hakim) dan menunjuk polisi hisbah (polisi yang ditugaskan terjun langsung ke masyarakat dan menindak jika terjadi pelanggaran) untuk menjamin penerapan syariat di lapangan.
Penerapan syariat islam wajib menyeluruh, dan tidak bertahap. Hal ini dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa ketika wahyu turun maka langsung diterapkan tanpa menunda-nunda lagi. Meskipun Nabi Muhammad SAW tidak menulis undang-undang secara tertulis, namun beliau mengangkat para Qadhi untuk memutuskan perkara. Sebab hakikatnya hukum Allah sudah tertulis semua di dalam Al-Qur’an dan Assunnah, para Qadhi tinggal berijtihad dengannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz ke Yaman sebagai Qadhi, lalu beliau bertanya: “Bagaimana engkau memutuskan hukum?” ia menjawab “Aku memutuskan hukum dari apa yang terdapat di dalam kitabullah”. Beliau bertanya lagi: “Jika tidak ada di dalam kitabullah?” ia menjawab “Dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Beliau bertanya: “Jika tidak terdapat di dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab “Aku akan berijtihad dengan pendapatku”. Beliau mengatakan: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Tirmidzi 1249)
Syarat keempat menjelaskan bahwa khalifah yang ditunjuk haruslah memenuhi syarat sebagai khalifah. Syarat khalifah yaitu: Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu. Muslim artinya haram menjadi khalifah orang kafir atau musyrik, dia haruslah seorang muslim yang bersih dari beribadah kepada selain Allah, tidak mungkin mengangkat untuk memimpin kaum muslimin sementara pemimpin itu kafir atau musyrik.
Laki-laki artinya haram menjadi khalifah seorang perempuan, hal ini karena Rasulullah SAW melarang umat islam dipimpin oleh perempuan dalam hal politik/kekuasaan.  Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak akan beruntung suatu kaum manakala menyerahkan urusan (kepemimpinan) nya kepada seorang wanita.” (HR. Bukhari, Kitabul Maghazi bab Kitabi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ila Kisra wa Qaishar no. 4425)
Baligh artinya dia haruslah seorang yang sudah mempertanggungjawabkan dirinya sendiri dihadapan syariat islam, tidak mungkin seorang anak kecil yang tidak bisa mempertanggungjawabkan dirinya dihadapan Allah memegang tanggungjawab sebagai khalifah. Berakal artinya bisa menelaah fakta dengan baik, karena seorang khalifah harus bisa memutuskan perkara-perkara dalam keadaan apapun. Khalifah juga dituntut untuk memiliki strategi dalam menjalankan pemerintahannya serta dakwahnya didalam dan diluar negri, mustahil tanggungjawab seperti ini dipegang oleh orang yang tidak berakal atau kurang berakal.
Merdeka adalah lawan dari budak atau hamba sahaya. Merdeka artinya seorang khalifah tidak boleh memiliki atasan. Khalifah adalah pemimpin dan bukan orang yang dipimpin. Khalifah tidak boleh seperti presiden-presiden saat ini yang tunduk dibawah negara kafir penjajah seperti Amerika serikat, Inggris, Prancis, dan negara lainnya. Khalifah tidak boleh tunduk kepada hukum internasional atau perserikatan seperti PBB, Liga Arab, ASEAN, dan perserikatan lainnya yang menjadi alat negara kafir penjajah untuk mempertahankan eksistensinya. Bahkan khalifah haram tunduk terhadap pemimpin kelompoknya walaupun dulunya ia berasal dari kelompok itu. Khalifah bukanlah seperti presiden dalam demokrasi yang tetap terikat dengan partainya saat sudah berkuasa alias masih menjadi petugas partai. Meski khalifah berhak bermusyawarah dalam mengambil keputusan, namun tetaplah keputusan khalifah yang dilaksanakan.
Adil artinya meletakkan urusan pada tempatnya. Adil adalah lawan dari zalim. Sementara syara’ mendefinisikan adil adalah menjalankan sesuatu sesuai dengan hukum syara’. Adil bukanlah sama rata dan sama rasa, seperti dugaan sebagian orang. Seorang disebut adil jika melaksanakan hukum syara’, namun seorang tidak dianggap adil jika tidak melakukan sesuatu sesuai hukum syara’, dan dia disebut zalim. Misalnya seorang yang membagi warisan antara laki-laki dan perempuan, laki-laki menurut syara’ mendapatkan jumlah dua kali lipat dari warisan terhadap perempuan. Maka pembagian sesuai hukum syara’ ini adalah adil, dan jika ada yang membagi warisan laki-laki dan perempuan sama ukurannya maka dia telah berbuat zalim. Maka seorang khalifah wajib mengatur urusan rakyat dengan hukum syara’, khalifah akan dikatakan adil jika melaksanakan hukum syara’ dan dikatakan zalim jika mengatur urusan rakyat tidak dengan hukum syara’.
Mampu artinya seorang khalifah harus sanggup mengemban tugas dan tanggungjawab sebagai seorang khalifah. Mampu juga menjadi batasan jabatan seorang khalifah, jika telah dibaiat seorang khalifah maka khalifah itu tetaplah khalifah sampai kapan pun, selama khalifah tersebut masih mampu memimpin negara khilafah. Hal ini karena akad pengangkatan khalifah adalah akad mutlak untuk mendengar dan taat, dan tidak pernah dibatasi sampai kapan jabatan tersebut. Khalifah wajib mengundurkan diri jika dirasa dirinya telah kehilangan kemampuan memimpin, misalnya karena faktor usia dan kesehatan.
Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu adalah syarat in’iqad atau syarat keabsahan bagi seorang khalifah yang diakui oleh seluruh madzhab islam. Selain syarat wajib, seorang khalifah juga dianjurkan memiliki syarat afdhaliyyat atau syarat keutamaan. Syarat keutamaan diantaranya adalah mujtahid dan Quraisy.

Quraisy, Syarat Afdhaliyat (keutamaan) atau syarat In’iqad (keabsahan)?

Mengenai syarat Quraisy, memang terjadi perbedaan pendapat apakah dia termasuk syarat keabsahan atau hanya syarat keutamaan. Jumhur ulama berpendapat bahwa Quraisy adalah syarat keabsahan, dikarenakan banyaknya hadits yang memerintahkan umat islam agar mengangkat pemimpin dari suku Quraisy. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya urusan (khilafah) ini ada di tangan Quraisy. Tidak seorang pun yang memusuhi mereka melainkan Allah akan membuatnya terjungkal/tersungkur ke tanah, selama mereka menegakkan agama (Islam).” (HR. Bukhari, juz 6, hal. 389)
“Urusan (khilafah) ini senantiasa berada di tangan Quraisy selama masih tersisa dari mereka dua orang.” (HR. Bukhari, juz 6, hal. 389).
“Urusan (khilafah) ini senantiasa berada di tangan Quraisy selama masih tersisa dua orang di antara manusia.” (HR. Muslim, juz 12, hal. 201)
Imam Al-Mawardhi, seorang Ulama yang telah menulis kitab Ahkam Assulthaniyyah juga mengungkapkan bahwa Syarat seorang diangkat sebagai khalifah adalah berasal dari suku Quraisy. “Tidak ada khalifah dari selain Quraisy.” (Al-Farrâ’, Al-Ahkam As-Sulthâniyah, hlm. 20)
Namun golongan yang menganggap bahwa Quraisy adalah syarat afdhaliyyat beralasan:
Pertama: Memang ada sejumlah hadis yang diriwayatkan dan sanadnya sahih dari Rasulullah saw., seperti hadis Anas, “Para imam adalah dari Quraisy.” (HR Ahmad); hadis Muawiyah, “Sesungguhnya urusan (Khilafah) ini ada di tangan orang Quraisy. Tidak seorang pun yang memusuhi mereka melainkan Allah akan membuatnya terjungkal ke tanah selama mereka menegakkan agama (Islam).” (HR al-Bukhari); dan hadis-hadis lain yang serupa dengannya. Namun, hadis-hadis itu tidak menunjukkan bahwa selain orang Quraisy tidak boleh menduduki jabatan Khilafah. Hadis itu hanya menunjukkan bahwa orang Quraisy punya hak dalam hal itu, dari sisi bahwa orang Quraisy diprioritaskan karena keutamaannya.
Apalagi hadis-hadis itu datang dalam bentuk berita (khabar), dan tidak satu pun yang datang dalam bentuk perintah (amar). Bentuk berita, sekalipun memberi pengertian tuntutan (thalab), tidak dianggap sebagai tuntutan yang harus (thalab[an] jâzim[an]) selama tidak ada indikasi (qarînah) yang menunjukkan sebagai penguat (ta’kîd). Di sini jelas tidak ada yang menunjukkan atas hal itu sehingga ini menunjukkan sunnah saja, bukan wajib. Dengan demikian, syarat nasab Quraisy adalah syarat afdhaliyyah, bukan syarat in’iqâd (Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 304).
Kedua: sesungguhnya kata Quraisy adalah isim (kata benda), bukan sifat, yang dalam istilah ilmu ushûl disebut dengan laqab (panggilan). Mafhûm isim atau mafhûm laqab tidak diamalkan (dipakai) secara mutlak. Sebab, isim atau laqab tidak mempunyai mafhûm (konotasi). Oleh karena itu, ketentuan (nash) Quraisy bukan berarti tidak boleh bagi selain Quraisy. Tidak berarti bahwa urusan ini, yakni pemerintahan dan Khilafah, tidak dibenarkan berada di tangan orang selain Quraisy. Frasa selalu di tangan mereka tidak berarti bahwa tidak boleh berada di tangan selain mereka. Akan tetapi, itu boleh bagi mereka dan juga selain mereka. Karena itu, ketentuan (nash) bagi mereka itu tidak menghalangi selain mereka menduduki jabatan Khilafah. Dengan demikian, syarat nasab Quraisy adalah syarat afdhaliyyah, bukan syarat in’iqâd (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, II/34).
Ketiga: kalau syarat nasab (keturunan) Quraisy menjadi syarat in’iqâd, mengapa Rasulullah saw. bersabda: “…selama mereka menegakkan agama (Islam).” Sebab, mafhûm mukhâlafah dari hadis Muawiyah “…selama mereka menegakkan agama (Islam)” berarti bahwa jika mereka tidak menegakkan agama (Islam), maka urusan (pemerintahan) tersebut keluar dari mereka. Lalu apabila urusan pemerintahan lepas dari tangan mereka, bolehkah kaum Muslim hidup tanpa Imam yang menyebabkan terbengkalainya hukum dan terhentinya jihad?
Padahal hukum syariah telah menetapkan bahwa mengangkat imam (khalifah) itu wajib bagi kaum Muslim. Kaum Muslim juga wajib memecat penguasa jika ia menampakkan kekufuran yang nyata, baik penguasa itu seorang Quraiys atau bukan. Karena itu tidak terbayangkan dari hadis ini dan hadis lainnya, selain bahwa syarat nasab Quraisy hanyalah syarat afdhaliyah, dan sama sekali bukan syarat in’iqâd (Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 306).
Keempat: Imam Ahmad mengeluarkan hadis dari Umar bin al-Khaththab ra. dengan sanad rijal-nya tsiqah (terpercaya) bahwa ia berkata, “Jika telah sampai ajalku dan Abu Ubadah masih hidup, maka aku akan menyerahkan Kekhilafahan kepada dirinya.”
Dalam hadits itu Umar ra. juga berkata, “Jika telah sampai ajalku dan Abu Ubadah telah mati, maka aku akan memberikan Kekhilafahan kepada Mu’adz bin Jabal.”
Padahal, Muadz bin Jabal tidak bernasab Quraisy. Umar bin al-Khaththab ra. mengucapkan hal itu dengan dihadiri oleh para Sahabat. Namun, tidak ada satu riwawat pun yang menyebutkan bahwa mereka berbeda pendapat dengan Umar tentang pendapatnya itu, dengan ber-hujjah mengenai kewajiban Khilafah di tangan Quraisy. Oleh karena apa yang dipahami oleh Umar itu tidak ditentang oleh seorang pun dari para Sahabat, hal itu menunjukkan bahwa syarat nasab Quraisy bukanlah syarat in’iqâd (Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 306).
Perbedaan pendapat mengenai hal ini adalah dalam ranah cabang (furu’iyyah), namun mereka semua sepakat bahwa mengangkat satu khalifah bagi seluruh umat islam adalah wajib. Kedua pendapat tersebut adalah pendapat yang islami. Namun yang jelas Quraisy lebih diutamakan dalam memimpin umat islam dibanding dengan suku lainnya.

Tahukah Anda NEGERI SYAM ?

Isu kezhaliman terhadap Muslim Palestina dan Suriah yang sama-sama bagian dari bumi Syam yang diberkahi. Negeri Syam baru dipecah-belah menjadi Suriah, Palestina, Yordan dan Libanon setelah khilafah Islamiyah diruntuhkan Yahudi dan Barat.

Persekutuan Barat kemudian menyerahkan negeri-negeri kecil baru itu kepada para boneka lokalnya. Suriah diserahkan pada minoritas Nushairi Alawi. Sementara Palestina diserahkan pada Yahudi Zionis yang didatangkan dari berbagai negeri, menambah jumlah Yahudi lokal yang tadinya minoritas.Lalu, karena dibelah-belah oleh Perjanjian Sykes-Picott, apakah wala dan kepedulian kita juga ikut terbelah? Ingatlah teladan Dr. Abdullah Azzam, ulama mujahid kelahiran Palestina yang berjihad di Afghan dan syahid terbunuh di Pakistan.

Bumi Islam itu satu. Demikian pula Bumi Syam. Semuanya milik umat Islam yang bertauhid, bersujud dan tunduk hanya kepada Allah bukan kepada Amerika atau Ali. Milik umat Rasululllah yang setia pada manhaj beliau, bukan milik mereka yang melecehkan para sahabat dan istri beliau.

Tahukah Anda? Syekh Izzuddin al Qassam, yang syahid dalam jihad di Palestina dan kini menjadi nama Brigade Hamas, adalah ulama kelahiran Jablah, sebuah kota di Provinsi Latakia, Suriah. Jablah kini masih dikuasai rezim. Di sana terdapat pangkalan udara yang heli-helinya rajin menyerang kota-kota di sekitarnya dengan roket dan bom birmil.

Tahukah Anda? Shalahuddin al Ayyubi -pahlawan Islam dalam perang salib- memiliki benteng besar di Haffa, masih di Suriah juga. Kini benteng kokoh yang indah itu mulai rusak dimakan zaman dan sabotase rezim Nushairi Basyar Asad.

Jadi, Suriah adalah bagian tak terpisahkan dari Syam dan Palestina. Keduanya sama-sama dizhalimi. Yang satu dijajah Zionis, yang satunya dihancurkan kota-kota dan dibantai penduduknya oleh rezim Nushairi yang sesat.

Maka, Anda -Muslim yang peduli dan cinta Palestina- seharusnya juga peduli dan cinta pada Suriah. Dan saat ini, mereka betul-betul menderita. Muslim di sana digempur setiap hari di tengah musim dingin yang menggigit tulang.

Ingatlah pesan Rasulullah SAW, “Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai bagi saudaranya apa yang dicintainya bagi dirinya sendiri” (HR Bukhari dalam kitab Arba’in Nawawiyah).

Jika Anda menyukai keamanan bagi diri dan keluarga, seharusnya Anda menyukai dan mengusahakan keamanan bagi Muslim Suriah yang tengah dibantai. (Hasi/Islampos)

10 Keutamaan Negeri Syam

DAMASKUS adalah ibu kota bagi Negara Suriah. Yang dahulunya terkenal dengan nama ‘negeri syam’. Dimana negeri Syam ini adalah pada hakikatnya meliputi empat negara, Suriah, Yordania, Palestina dan Lebanon. Tetapi sekarang jelas sekali telah dipecah kerajaan Eropa. Namun, meskipun telah terpisah menjadi empat negara, Suriah masihlah kuat disebut-sebut sebagai negeri Syam terakhir kerana terdapat ibu kota Damaskus. Ada beberapa hadist akhir zaman sehubungan Syam yang sudah disebutkan Rasulullah SAW. Berikut petikannya:

1. Penduduk Syam senantiasa berada di atas al-haqq yang dominan hingga datang Kiamat.

“Sebagian umatku ada yang selalu melaksanakan perintah Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang keputusan Allah, dan mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Mu’adz berkata: dan mereka ada di Syam.“ (HR.Bukhari)

“Jika penduduk Syam rusak agamanya maka tak tersisa kebaikan di tengah kalian. Akan selalu ada satu kelompok dari umatku yang dimenangkan oleh Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang hari Kiamat.”

2. Doa Nabi saw meminta barokah untuk negeri Syam, dan harapan Nabi saw agar penduduknya dihindarkan dari keburukan dan musibah.

Ya Allah, berilah kami barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman. Para sahabat bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah berdoa: Ya Allah berilah kami barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman. Para sahabat masih bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah saw menjawab: Di sana (nejed) terjadi gempa dan huru-hara, dan di sana muncul dua tanduk syetan. (HR. Bukhari)

Catatan: Yang dimaksud dengan Nejed dalam hadits ini adalah Iraq.

3. Penduduk Syam diuji oleh Allah dengan penyakit tho’un (wabah pes) agar mendapat syahadah dan rohmat.

“Jibril datang kepadaku dengan membawa demam dan pes, aku menahan demam di Madinah dan aku lepaskan pes untuk negeri Syam, karena meninggal karena pes merupakan mati syahid bagi umatku, rahmat bagi mereka, sekaligus kehinaan bagi kaum kafir.” (HR. Imam Ahmad)

4. Negeri Syam dinaungi sayap malaikat rahmat

“Beruntunglah negeri Syam. Sahabat bertanya: mengapa ? Jawab Nabi saw: Malaikat rahmat membentangkan sayapnya di atas negeri Syam.” (HR. Imam Ahmad)

5. Syam adalah negeri iman dan Islam saat terjadi huru-hara dan peperangan dahsyat.

“Aku bermimpi melihat tiang kitab (Islam) ditarik dari bawah bantalku, aku ikuti pandanganku, ternyata ia adalah cahaya sangat terang hingga aku mengira akan mencabut penglihatanku, lalu diarahkan tiang cahaya itu ke Syam, dan aku lihat bahwa bila fitnah (konflik) terjadi maka iman terletak di negeri Syam.”

6. Syam merupakan pusat negeri Islam di akhir zaman

“Salamah bin Nufail berkata: aku datang menemui Nabi saw dan berkata: aku bosan merawat kuda perang, aku meletakkan senjataku dan perang telah ditinggalkan para pengusungnya, tak ada lagi perang. Nabi saw menjawab: Sekarang telah tiba saat berperang, akan selalu ada satu kelompok di tengah umatku yang unggul melawan musuh-musuhnya, Allah sesatkan hati-hati banyak kalangan untuk kemudian kelompok tersebut memerangi mereka, dan Allah akan memberi rizki dari mereka (berupa ghanimah) hingga datang keputusan Allah (Kiamat) dan mereka akan selalu demikian adanya. Ketahuilah, pusat negeri Islam adalah Syam. Kuda perang terpasang tali kekang di kepalanya (siap perang), dan itu membawa kebaikan hingga datangnya Kiamat.” (HR. Imam Ahmad)

7. Syam merupakan benteng umat Islam saat terjadinya malhamah kubro (perang dahsyat akhir zaman)

“Auf bin Malik al-Asyja’iy berkata: Aku menemui Nabi saw lalu aku ucapkan salam. Nabi saw: Auf ? Aku: Ya, benar. Nabi saw: Masuklah. Aku: Semua atau aku sendiri? Nabi saw: Masuklah semua. Nabi saw: Wahai Auf, hitung ada enam tanda Kiamat. Pertama, kematianku. Aku: Kalimat Nabi saw ini membuatku menangis sehingga Nabi saw membujukku untuk diam. Aku lalu menghitung: satu. Nabi saw: Penaklukan Baitul Maqdis. Aku: Dua. Nabi saw: Kematian yang akan merenggut umatku dengan cepat seperti wabah kematian kambing. Aku: Tiga. Nabi saw: Konflik dahsyat yang menimpa umatku. Aku: Empat. Nabi saw: Harta membumbung tinggi nilainya hingga seseorang diberi 100 dinar masih belum puas. Aku: Lima. Nabi saw: Terjadi gencatan senjata antara kalian dengan Bani Ashfar (bangsa pirang), lalu mereka mendukung kalian dengan 80 tujuan. Aku: Apa maksud tujuan? Nabi saw: Maksudnya panji. Pada tiap panji terdisi dari 12.000 prajurit. Benteng umat Islam saat itu di wilayah yang disebut Ghouthoh, daerah sekitar kota Damaskus.” (HR. Imam Ahmad)

Catatan: Daerah bernama Ghauthah masih ada hingga kini, tak berubah namanya, dan letaknya memang dekat Damaskus.

8. Pasukan terbaik akhir zaman ada di Syam dan Allah menjamin kemenangan mereka.

“Pada akhirnya umat Islam akan menjadi pasukan perang: satu pasukan di Syam, satu pasukan di Yaman, dan satu pasukan lagi di Iraq. Ibnu Hawalah bertanya: Wahai Rasulullah, pilihkan untukku jika aku mengalaminya. Nabi saw: Hendaklah kalian memilih Syam, karena ia adalah negeri pilihan Allah, yang Allah kumpulkan di sana hamba-hamba pilihan-Nya, jika tak bisa hendaklah kalian memilih Yaman dan berilah minum (hewan kalian) dari kolam-kolam (di lembahnya), karena Allah menjamin untukku negeri Syam dan penduduknya.” (HR. Imam Ahmad).

9. Kematian Dajjal terjadi di Syam

“Al-Masih Dajjal akan datang dari arah timur, ia menuju Madinah, hingga berada di balik Uhud, ia disambut oleh malaikat, maka malaikat membelokkan arahnya ke Syam, di sana ia dibinasakan, di sana dibinasakan.” (HR. Imam Ahmad)

“Dajjal akan keluar di tengah Yahudi Asfahan hingga mencapai Madinah, ia singgah di perbatasannya, saat itu Madinah memiliki 7 pintu pada tiap pintu dijaga oleh 2 malaikat, maka penduduk Madinah yang jahat bergabung dengan Dajjal, hingga bila mereka mencapai pintu Ludd, Isa as turun lalu membunuhnya, dan sesudah itu Isa as hidup di dunia 40 tahun sebagai pemimpin yang adil dan hakim yang bijak.” (HR. Imam Ahmad).

10. Syam adalah negeri titik temu dan titik tolak

“Kalian akan dikumpulkan di sana – tangannya menunjuk ke Syam – jalan kaki atau naik kendaraan maupun berjalan terbalik (kepala di bawah) … “(HR. Imam Ahmad)

“Maimunah bertanya kepada Nabi saw: Wahai Nabi Allah, jelaskan kepada kami tentang Baitul Maqdis. Maka Nabi saw menjawab: Dia adalah negeri titik bertolak dan titik berkumpul, datanglah ke sana dan sholatlah di sana, karena sholat di sana bernilai 1000 kali sholat di tempat lain.” (HR. Ahmad).

sumber :blog.student.uny

Tazkiyatun Nafs Pembersihan Jiwa (Diri)

Tentang pembersihan diri.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Syams: 9-10)

Manusia yang hidup pasti memerlukan kebersihan diri. Manusia yang hidupnya kotor, tidak seorangpun yang ingin berkawan dengannya, atau menghampirinya, atau bermuamalah dengannya.Tegasnya, ia dibenci orang dan senantiasa dipandang sebagai orang yang menjijikkan di mata orang banyak, sehingga ia merasa dirinya terpencil dari mereka. Karena itulah, apabila badannya kotor atau pakaiannya terkena kotoran, ia akan segera membersihkannya atau menukarnya dengan yang lain. Demikian yang dianjurkan oleh syari’at Islam supaya manusia senantiasa berada dalam keadaan bersih suci, baik secara lahir maupun batin. Tetapi yang selalu diutamakan dan menjadi perhatian manusia selama ini hanyalah yang tampak secara lahir, sedangkan yang ada di dalam batin sering kali dilalaikan dan dibiarkan tidak terurus. Karena itu, pembicaraan dalam bagian ini akan mencoba memberikan petunjuk ke arah tersebut.

Ada dua cara untuk membersihkan diri kita dari hal-hal yang dijauhi oleh agama :

1. Pembersihan diri yang zahir (jasmani) dengan menggunakan air mutlak (air suci yang mensucikan) sebagaimana yang diperintahkan oleh syariat Islam.

2. Pembersihan diri secara batin dan jiwa.

Kita hendaknya sadar akan adanya kotoran dalam jiwa atau batin kita. Kotoran itu adalah dosa dan kesalahan kita sendiri. Cara menyucikannya adalah dengan bertaubat sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha). Cara menyucikan batin kita ialah dengan masuk atau menempuh suatu jalan ruhani atau thariqah yang dibimbing oleh guru ruhani atau Mursyid.

Menurut hukum syariat, wudhu akan batal bila kita membuang air kecil atau membuang air besar, menyentuh kemaluan dengan telapak tangan atau jari, mabuk dan sebagainya. Setelah bersetubuh atau selepas haid dan nifas, diwajibkan pula kepada kita untuk mandi membersihkan hadas besar dari badan, yaitu dengan berwudhu dan mandi.

Mengenai wudhu, ada yang mengatakan bahwa Nabi SAW pernah berkata, “Setiap kali seseorang memperbarui wudhunya, maka Allah akan memperbarui imannya pula, dan cahaya imannya akan berkilau seperti semula dan menjadi semakin terang,” atau yang sama maksudnya dengan hal ini. Apa yang dikatakan Nabi SAW itu sudah jelas karena bukankah wudhu itu juga menggugurkan kesalahan-kesalahan kecil, yang dilakukan oleh manusia, baik disengaja atau sebaliknya. Karena itu pula beliau pernah menyatakan lebih lanjut bahwa pembersihan, yakni wudhu dan mandi dari hadas itu apabila dilakukan berulang kali akan menjadi cahaya di atas cahaya, wallahua’lam. Karena itu, syariat Islam menganjurkan tajdid wal-wudu’ atau senantiasa memperbarui wudhu ketika akan melaksanakan ibadah shalat ataupun sesudah membuang hadas kecil.

Dalam mimpinya Nabi SAW pernah mendengar bunyi terompah sahabatnya, Bilal (mu’azzin beliau) di dalam surga. Kemudian beliau bertanya kepada Bilal, “Hai Bilal ! Apa yang engkau lakukan sehingga aku mendengar bunyi terompahmu di dalam surga ?”
Bilal menjawab, “Hai Rasulullah! Tidak ada yang aku lakukan, selain sering memperbarui wudhuku setiap kali aku berhadas, dan kemudian aku bershalat sunnah al-wudu’ atau sunnah wudu’ selepas itu.”

Kini kita mengerti bahwa kebersihan diri amat penting bagi setiap muslim. Selain itu, manfaatnya sungguh besar bagi orang yang melakukannya, yang seharusnya tidak boleh kita abaikan.

1. Membersihkan Ruh atau Jiwa

pembersihan jiwa

Hakikat batin atau keadaan hati kita juga bisa tercemar, jika kita terus melalaikan diri kita dan tidak menjaga gerak-geriknya. Sebagaimana yang tampak pada fisik kita yang bisa saja menjadi kotor, demikian pula batin kita. Ia dapat dikotori oleh perangai dan perbuatan yang jahat, serta tindakan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Semua tingkah laku yang buruk akan membahayakan batin kita, termasuk sifat-sifat negatif, seperti sombong, takabur, dengki, congkak, suka mengadu domba manusia, fitnah, marah, hasad, syirik, dan banyak lagi.

Ruh atau jiwa juga bisa kotor karena memakan makanan haram, lisan yang mengeluarkan kata-kata culas dan ungkapan-ungkapan yang menyakitkan hati, telinga yang suka mendengar fitnah dan mengumpat orang, tangan yang suka melakukan perbuatan buruk, kaki yang melangkah ke tempat maksiat atau mengikuti orang-orang yang zalim, kemaluan yang melakukan zina, dan sebagainya. Zina dalam hal ini berlaku umum, bukan hanya berlaku untuk kemaluan, tetapi dapat pula berlaku untuk mata, telinga, hidung, kaki dan tangan, dan lain sebagainya. Zina mata dilakukan dengan memandang yang terlarang, yakni yang haram, zina telinga dilakukan dengan mendengarkan hal-hal yang culas, zina hidung dilakukan dengan mencium, zina tangan dilakukan dengan memegang, dan zina kaki dilakukan dengan berjalan ke arah kemaksiatan.

2. Bila Kebersihan Batin Tercemar

bertaubat

Apabila kebersihan batin atau ruhani tercemar dan ‘wudhu keruhanian’ batal, maka penyucian diri perlu (wudhu’ atau mandi keruhanian) diperbarui dengan taubat, yaitu menyadari dosa yang telah dilakukan dengan penuh penyesalan hingga mengeluarkan air mata, dan dengan berazam dan bertekad tidak akan mengulangi kembali kesalahan atau dosa yang sama, serta memohon ampun dan berdo’a kepada Allah agar terhindar dari dosa itu.

Masalah ini tampaknya mudah, namun pada hakikatnya tidak demikian, taubatan nasuha yang harus dilakukan manusia itu mempunyai beberapa persyaratan yang jika tidak terpenuhi, tidak akan diterima taubat seseorang itu. Penyesalan adalah salah satu syarat taubatan nasuha. Tegasnya, bertaubat dengan lisan semata tanpa diikuti oleh hati dan perasaan menyesal, tidak akan berfaedah sama sekali. Malah hal itu bisa membawa manusia pada celaka dan dosa yang lebih besar. Oleh karena itu, hendaknya kita berhati-hati dalam bertaubat.

Hati terlebih dahulu harus dibersihkan dari segala yang mengganggu. Pengganggu hati yang pertama adalah tuntutan dalam diri terhadap kebendaan dan keinginan hawa nafsu yang selalu mencemarkan hati. Apabila hati telah bersih, niscaya manusia akan mencari jalan menuju kepada Allah. Ketika itu hatinya akan dipenuhi dengan takut kepada Allah, taqwanya akan terlihat dari segala gerak-geriknya, karena ketakutannya itu telah menariknya dekat kepada Allah. Kini ia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik saja. Apabila hatinya teringat pada perbuatan yang jahat, tentu sifat takutnya akan menghalangi dan mengingatkannya tentang balasan Allah. Dalam keadaan seperti inilah taubatnya akan terkesan dan kemudian menjadi taubatan nasuha.

Mukmin itu harus meninggalkan tabiat yang terdahulu dan bergerak ke arah Tuhannya. Selagi dia mengikuti jalan yang biasa, yakni jalan tabiatnya yang dahulu, niscaya dia akan terjerumus ke dalam pengaruh-pengaruh negatif yang akan mencelakakan dirinya. Dia akan kembali berbuat dosa dan kesalahan yang sudah biasa dilakukannya, karena tabiat sudah melekat pada dirinya. Dosa yang terus-menerus dilakukan itu melanggar perintah syariat, dan perintah syariat juga merupakan perintah Allah.
Seandainya dia gagal menahan diri dari perbuatan buruk dan jahat itu, maka hendaknya dia memohon bantuan kepada Allah dengan jujur dan ikhlas agar Allah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga dia dapat meninggalkan dosa dan maksiat itu. Semua perasaannya seharusnya ditujukan hanya kepada Allah semata, tidak kepada yang selain Dia.

3. Kesucian Syarat Utama Diterimanya Shalat

shalat

Shalat adalah menghadirkan diri di ‘hadapan’ Allah. Bersuci dan berada dalam keadaan suci merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan sebelum melaksanakan ibadah shalat. Orang yang bijaksana mengetahui bahwa kebersihan secara zahir saja tidak cukup. Allah melihat jauh ke dalam hati (jiwa atau ruh) manusia. Dan hati perlu disucikan. Penyuciannya ialah dengan cara bertaubat. Hanya dalam keadaan suci, shalat yang kita lakukan akan diterima Allah.

Hukum ini adalah simbol yang digunakan oleh ahli tasawuf atau orang-orang Sufi. Apabila shalat itu dilakukan dengan hanya memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki, maka dari segi hukum zahir, shalat itu sah dan benar. Tetapi dari segi hukum batin, shalat yang dilakukan itu masih menimbulkan tanda tanya lagi. Adakah shalat yang tidak disertai dengan kekhusyukan dan merendahkan diri dapat diterima sebagai shalat ? Shalat yang dipenuhi dengan ingatan tentang sesuatu di luar shalat, misalnya khayalan yang mengganggu dan pikiran-pikiran tentang keduniaan, apakah itu bisa disebut shalat ? Padahal Nabi SAW mengingatkan bahwa dalam shalat kita harus khusyuk, merendahkan diri di hadapan Allah, menenangkan pikiran, memfokuskan tujuan, dan sebagainya. Karena itu pula, ada sebagian ulama yang bersikap keras terhadap masalah ini dengan menghukumkan bahwa semua shalat yang tidak disertai kesadaran semua gerakan fisikal, tidak dapat dinamakan ‘shalat’. Dan bila tidak dinamakan shalat, maka shalat tidak dapat disebut sebagai shalat yang sesungguhnya.

Semua ini muncul dari banyaknya dosa dalam diri orang itu, banyaknya kesalahan yang tidak dipedulikannya, yakni dosa belum dihapus dan dibersihkan dengan cara bertaubat. Karena itu, dirinya kotor, dan bila diumpamakan ia seperti seseorang yang menghadap raja dengan pakaian kotor. Bagaimanakah orang itu nanti ? Ingatlah, bahwa hal ini amatlah penting, yang tidak boleh dilalaikan secara terus-menerus. Segeralah kembali kepada Allah dan menyucikan diri dengan memperbanyak taubat yang sebenar-benarnya.

Allah berfirman :

“Dan bertaubatlah (kembalilah) kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman sekalian, mudah-mudahan kamu akan beruntung !” (Q.S. An-Nur: 31)

Allah juga berfirman :

“Inilah yang dijanjikan kepadamu, yaitu bagi setiap hamba yang selalu kembali bertaubat (bertaubat sebenarnya kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturannya)”. (Q.S. Qaaf : 32)

Penyucian badan dengan berwudhu dan mandi adalah perintah menurut syariat dan hukum agama Islam. Penyucian itu berkaitan dengan waktu. Misalnya, orang yang sudah bersuci, tetapi tiba-tiba ia tertidur, maka batallah wudhunya. Karena itu, ia harus berwudhu kembali. Jelasnya, pembersihan zahir ini terikat oleh waktu, malam dan siang, dalam kehidupan di dunia yang nyata ini.
Contoh yang lain, orang yang merasakan badannya kotor atau pakaiannya terkena kotoran, maka wajarlah bila dia segera membersihkan badan dan pakaiannya itu. Dia tidak ingin tampak kotor di antara teman-temannya ataupun di antara orang-orang yang duduk bersama-samanya. Kemudian dia segera menyucikan diri.

Tetapi penyucian batin atau ruhani tidak terikat oleh waktu. Penyucian ini berlangsung sepanjang hidup di dunia hingga akhirat. Bila selama ini manusia merasakan betapa beratnya membersihkan badan dan pakaian mereka, pembersihan diri secara ruhani justru lebih berat lagi, karena kotoran batin lebih berbahaya daripada kotoran lahir. Kotoran lahir lebih bertumpu pada keadaan fisik atau jasmani manusia, sedangkan kotoran batin terfokus pada hubungan dengan Tuhan. Jika hati seseorang kotor, maka semua amalannya terhadap Tuhan akan terganggu dan tidak terkawal. Karena itu, wajar sekali bila dia harus memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan ini agar dia selamat di dunia dan akhirat.

4. Pembersihan Diri Memerlukan Mujahadah terhadap Nafsu

hawa_nafsu

Nafsu adalah pengeras utama terhadap jiwa dan hati. Jika kita terlalu mengikutkan kehendaknya, akhirnya kita akan binasa, karena sekali saja nafsu dapat mengalahkan kita, maka ia akan terus menuntut setiap waktu sehingga kita tidak berdaya lagi.

Terlalu larut dalam hal-hal kenafsuan dan kebendaan dapat mengeraskan hati, melemahkan akal pikiran, menambah banyak tidur dan lalai, menimbulkan tabiat tamak dan serakah, serta menarik manusia kepada angan-angan yang kosong. Tabiat-tabiat ini ibarat penyakit yang kronis, yang apabila menimpa jiwa, maka kecelakaan akan menimpa diri kita. Kecelakaan itu tidak hanya menimpa kita di akhirat, tetapi juga di dunia.

Akan tetapi, apabila hati seseorang tenang dan tentram, hati itu akan dipenuhi dengan ilmu, di mana dengan ilmu itu ia akan mendapat Nur atau cahaya untuk menghapuskan segala maksiat dan dosa, sebagaimana dikatakan bahwa “Api neraka akan padam oleh cahaya orang Mu’min, ketika si Mu’min itu mendekati api neraka.”

Demikianlah perumpamaannya, mudah-mudahan kita mengerti. Para murid Nabi Isa as pernah memohon kepadanya dengan berkata, “Tolonglah ajarkan kepada kami ilmu yang tertinggi manfaatnya !” Nabi Isa as menjawab, “Takutlah kepada Allah, terimalah qadha’ dan taqdir-Nya dengan penuh ridha, dan cintailah Dia sepanjang masa.”

Itulah yang tertinggi martabatnya. Karena itu, balasannya juga sepadan, yaitu hidup kekal di dalam surga, wallahu-a’lam.

 

Perbedaan Ijtihad , Ittiba’, dan Taqlid

saripedia.wordoress.com

Untuk melengkapi perbendaharaan, perlu dikemukakan fatwa Ulama Persis, Ahmad Hassan yang bangkit sejak 1920 atas gugahan da’i Pakih Hasyim (murid Kiyai Haji Rasul Minangkabau) di Surabaya yang menyebarkan pembaharuan lewat Al-Irsyad. Berikut ini Fatwa A Hassan mengenai Taqlid ketika ditanya orang sebagai berikut:

Soal: Bolehkah kita percaya kepada ‘ulama dan bolehkah kita taqlid kepada mereka?

Jawab: Dua pertanyaan itu, maksudnya sama saja, yaitu dalam urusan agama, bolehkah kita berpegang kepada ‘ulama dengan tidak ada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya?

Buat menggampangkan soal-jawab di dalam hal yang tersebut itu, perlu kita tahu dahulu arti ijtihad , ittiba’, dan taqlid. Begitu juga perkataan Mujtahid, Muttabi’, dan Muqallid.

Ijtihad

Ijtihad itu, artinya yang asal, ialah bersungguh sungguh. Dan artinya yang dipakai ulama, ialah bersungguh-sungguh memeriksa dan memahami dalam-dalam akan keterangan dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, hingga buat pertanyaan yang sulit-sulit dan buat kejadian-kejadian yang luar biasa itu, bisa mereka dapatkan hukumnya dari…

Lihat pos aslinya 928 kata lagi

Jihad seorang Mukmin di Jalan Allah

Allahu Akbar

In Islam We Live

bismillah1Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.(QS. An Nisa: 95)

Dalam kehidupan di dunia, setiap manusia dihadapkan pada hambatan dan tantangan. Dan bagi setiap mukmin, Allah menyerukan untuk mengambil tindakan terhadap hambatan dan tantangan yang ditujukan terhadap Islam dan ummatnya. Dan Allah akan memberikan ganjaran bagi orang-orang yang dengan ikhlas melaksanakannya. Segala tindakan yang diambil dalam hal memperjuangkan Islam (berjuang di jalan Allah) dari segala hambatan, tantangan maupun ancaman, disebut dengan Jihad.

Lihat pos aslinya 1.046 kata lagi

Ucapan KH. Said Aqil Dipelintir Oleh Arrahmah dan Voa-Islam

Salape

Seperti biasanya, penggembosan terhadap tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dilakukan oleh media-media radikal untuk melancarkan serangannya. Tokoh yang sering digembosi lalu diblow up media mereka adalah KH. Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU. Tujuannya tentu untuk melemahkan ormas terbesar di Indonesia tersebut karena ormas NU gencar menghadang faham radikal beragama yang diusung oleh media-medianya seperti Arrahmah.Com, Voa-Islam.Com, Nahimunkar.com, dan lain-lain.

Minggu, 12 Mei 2013 situs media islam online Arrahmah.Com menurunkan judul berita yang sangat tendensius, provokatif dan tidak sesuai dengan kenyataan: Ketua PBNU Said Aqil Siradj: Cikal bakal teroris itu rajin shalat malam, puasa dan hafal Qur’an. Di lain pihak media saudara kandungnya, Voa-Islam.Com menulis judul yang tak jauh beda: “PBNU: Cikal Bakal Teroris itu Rajin Shalat Malam, Puasa & Hafal Quran”. Beberapa saat kemudian tulisan artikel tersebut di copy oleh beberapa media islam yang lain, terutama oleh media-media yang membenci terhadap Nahdlatul Ulama seperti Nahimunkar.Com dan…

Lihat pos aslinya 1.787 kata lagi

Beberapa Kebohongan Site “arrahmah.com” & “voa-islam.com”

Mungkin kalo menurut ana, ada yang terbukti bner ada juga yang terbukti salah

Salape

Buat para penggemar berita arrahmah.com dan voa-islam.com Kalau saya bilang website di atas garbage/sampah tentu anda tidak terima. Tapi ada baiknya anda coba google dari Media lain seperti Republika.co.id, Mirajnews, Radio Silaturrahim, dsb. Kira2 ada tidak berita “bombastis” seperti dari situs tsb? Kalau tidak ada jangan percaya begitu saja. Khawatirnya cuma fitnah dan hasutan belaka untuk membuat kita marah dan menzalimi satu kaum… Mengadu-domba sesama Muslim.

Asbabun Nuzul dari Al Hujuraat 6 meminta kita mewaspadai berita dari orang2 fasiq. Orang fasiq di situ, Walid bin Uqbah, itu bukan orang kafir. Tapi justru mukmin kepercayaan Nabi. Dia dipercaya Nabi memungut zakat satu kaum yg nilainya milyaran rupiah. Tak mungkin tugas memungut uang banyak diserahkan kepada orang yg tak dipercaya bukan?

Nah ternyata orang yang kita percaya Mukmin terpercaya itulah Orang Fasiqnya.

Sementara Harits dan kaumnya yang difitnah itu justru orang2 yang kafir dan baru masuk Islam. Sehingga banyak orang Islam, termasuk…

Lihat pos aslinya 3.153 kata lagi

SEPENGGAL NASIHAT BUAT PENONTON DAN KOMENTATOR

SEPENGGAL NASIHAT BUAT PENONTON DAN KOMENTATOR
bahrunnaim.xyz

Konflik Suriah, yang semakin hari semakin pelik. Nampaknya belum ada tanda-tanda mulai reda. Salah seorang pengamat Yahudi bahkan memprediksikan bahwa konflik ini merupakan awal mula perang dunia ke tiga. Banyak ikhwah-ikhwah disini berkomentar, konflik ini adalah permulaan dari malhamah kubro yang akan menyaring orang orang beriman. Wallahi, kita tidak akan pernah tau disisi manakah kita akan berada. Kita hanya bisa berharap, berdoa, dan berusaha paling tidak Allah syahidkan kita sebagai 1/3 kelompok yang mendapatkan kesyahidan di akhir zaman.

Miris rasanya ketika melihat setiap hari orang-orang berkomentar tentang Suriah. Kebanyakan diantara kita adalah penonton, dan seperti halnya penonton lainnya. Kita hanya mengikuti alunan gemuruh dan sorak sorak yang diteriakkan oleh komentator yang bersuara paling lantang. Yah… Tidak ada sebuah kebenaran dalam sebuah pertandingan, kecuali komentator sekedar mengomentari jalannya pertandingan.

Tak apalah, paling tidak menambah seru sebuah pertandingan. Cuman ya antar penonton, terkadang terjadi bentrokan. Atau komentator diserbu massa karena berkomentar seenaknya. Karena memang itulah tugas komentator dibayar. Tak sedikit pula, banyak diantara kita mengamini dan membenarkan setiap perkataan komentator. Komentator juga sebenarnya tak lain adalah merupakan sekedar penonton. Bedanya hanyalah, komentator memiliki suara yang keras, dan mampu didengarkan oleh banyak npenonton.

Itulah yang saat ini terjadi di dunia ini, khususnya dalam jihad Suriah. Banyak sekali penonton, dan komentator. Mereka berlomba-lomba mengomentari, dan bahkan merasa lebih penting dari seorang pemain. Mereka mengklaim dirinya sebagai panitia yang membuat perlombaan, bahkan mungkin menjadikan dirinya sebagai penentu kemenangan sebuah perlombaan. Tanpa sedikitpun menginjakkan kakinya di rerumputan lapangan, bahkan mengayunkan tangan dan kakinya untuk mengarahkan ‘bola’ untuk disarangkan ke tujuan.

Pun terkait Daulah Islam… Sederhana saja, saat ini kekuatan daulah islam dianggap mengancam semua pihak. Dan Daulah Islam pun menjadi pihak yang memiliki potensi terkuat meski tiap hari diserang, dihujani roket dan bom dari pesawat koalisi, rusia, bahkan pihak-pihak yang seharusnya satu barisan.

Oleh karenanya, bagi saya sederhana. Saya tidak mau sekedar menjadi komentator dan penonton semata tanpa sedikitpun menginjakkan kaki di lapangan. Sehebat apapun komentar dan harapan yang saya saksikan dari kejauhan, tentu tidaklah sama apabila saya tidak menginjakkan kaki di lapangan. Toh, sekedar menonton dan berkomentar tidak akan menambah pahala bagi saya. Justru akan menambah dosa, terlebih kita tidak bisa mempertanggung jawabkan kebenaran info yang disodorkan penonton dan komentator yang lain.

Hal lainnya adalah, inilah akhir zaman yang dikabarkan dalam hadits-hadits dan kitab-kitab dari ulama salaf. Dimana fitnah sangat ngeri, bagaikan malam yang menggulung dimana seseorang beriman di pagi hari kemudian menjadi kufur di sorenya. Atau seseorang yang beriman di sore hari, lalu menjadi kufur di pagi harinya. Naudzubillah tsumma na’udzubillah…

Kemudian, Rasulullah mensabdakan bahwa diakhir zaman orang-orang beriman akan berhijrah ke Syam. Bumi dimana, malaikat membentangkang sayapnya. Dimana hijrah adalah kewajiban, hingga kewajiban hijrah sangatlah sulit dilakukan meski harus merangkak di atas salju.

Wahai ikhwah fillah…
Tidaklah kita ngeri, cemas, dan khawatir bahwa tidak ada rumah yang tidak akan dimasuki oleh Dajjal sang pendusta? yang membawakan surga ternyata adalah neraka. Dan menolak neraka, padahal adalah jannah yang sebenarnya? Dan di syamlah tempat dimana Imam Mahdi akan mempertahankan barisan kaum muslimin dan menjadi thaifah manshurah dan bertahan dari gempuran gempuran dajjal yang menyebabkan 1/3 manusia menjadi murtad, 1/3 mendapatkan rizki syahid, dan 1/3 sisanya mendapatkan kemenangan?

Wahai ikhwah fillah…
Bila khilafah ini berbeda dengan harapan kalian, datanglah dan saksikanlah…
Benahilah bangunan ini dengan ketaqwaan dan ilmu kalian, karena khilafah inilah yang saat ini telah menjadi ancaman bagi salibis, dan murtadin di seluruh dunia. Jangan robohkanlah ia, karena tidak ada lagi tumpuan dan harapan kaum muslimin apabila bangunan ini hancur kembali.

Wahai ikhwah fillah…
Khilafah ini bukanlah bangunan yang instan, dimana semua teknologi bisa antum transfer dari barat ke timur secepat kilat. Dimana perbaikan perbaikan tidak langsung dapat selesai dalam waktu sehari-dua-hari. Dimana infrastruktur masih dibangun yang membutuhkan banyak ilmuwan, dan tenaga ahli. Jadilah pemain yang membantu kami wujudkan cita-cita bersama kaum muslimin.

Wahai ikhwah fillah…
Ilmu dan ketaqwaan kalian disini cukuplah menjadi saksi keimanan kalian di sisi Allah. Dan menjadi saksi apabila kami berada di jalan kebenaran ataukah tidak. Bukankah orang beriman tidak akan pernah takut akan kematian apabila ia senantiasa berada di atas kebenaran? Bukankah orang berilmu juga tidak akan pernah takut apabila ia sampaikan ilmunya, meski nyawanya terancam? lalu dimanakah orang orang berilmu dan bertaqwa apabila ia masih merasa takut akan kematian yang merupakan kesyahidan baginya? apabila ia sampaikan al haq. Lalu mengapa kami meyakini diatas kebenaran dan kami tidak pernah sekalipun takut akan ancaman dan kematian akibat ribuan tembakan dan ratusan hujan bom?

Lalu siapakah sebenarnya yang berada diatas al-haq? orang yang masih takut akan kematian untuk menyampaikan kebenaran, ataukah orang yang merindukan kematian?

Wahai ikhwah fillah…
Dengan kepala dan mata saya sendiri menyaksaikan bagaimana penduduk menangis saat dilantunkan doa supaya pasukan Islam dimenangkan, dan pesawat-pesawat salibis dan kuffar serta murtadin dihancurkan. Supaya syariat yang telah ditegakkan kembali dapat menjadi lebih luas. Saya menyaksikan kecintaan masyarakat terhadap daulah, disaat daulah membebaskan biaya listrik dan air bagi warganya. Dan daulah-lah yang membebaskan segala bentuk pajak dan riba yang selama ini mencengkram masyarakat. Bagaimana ribuan warga selalu berbondong-bondong mendatangi pelayanan-pelayanan daulah setiap harinya. Kesehatan, kebersihan, makanan, iskan (tempat tinggal), bahkan hingga pakaian.

Datangilah kami ikhwah, bila kalian diatas kebenaran.
Nasihatilah kami, dan bantulah kami diatas al-haq, bila kalian tidak takut mati dalam kebenaran.

Hal-hal Tabu Bagi Lelaki Ini, Akan Jadi Biasa Saat Menikah

Pasca menikah, ada banyak hal yang berubah baik bagi istri maupun suami baru. Entah dari pola hidup, gaya bicara, berpakaian, gaya makan, sampai kebiasaan sehari-hari. Ada yang tambah rapi tapi ada juga yang makin berantakan. Dan hal itu dilakukan berjamaah haha.. Pernikahan membawa 2 orang yang berbeda bisa menjadi memiliki kebiasaan dan cara yang sama, tinggal waktu yang menentukan, sang istri atau suami yang memiliki pendirian teguh untuk mengikuti salah satunya.

Tapi ada beberapa hal yang akan membuat kita sebagai seorang istri terheran-heran dengan perubahan yang pasti akan dijalani oleh laki-laki pasca menikah. Dan hal-hal tersebut adalah hal yang tabu dan sama sekali tidak pernah dilakukan oleh lelaki sebelum ia memiliki istri. Mau tau apa aja?

Membawa tas perempuan / tas bayi

Ya.. Membawa tas wanita/bayi adalah hal wajib yang bakal suami lakukan dengan senang hati untuk istrinya. Mengapa begitu? Kesibukan istri dengan anaknya sudah membuat alasan yang cukup untuk mengerti hal tersebut. Suami yang baik selalu mengerti semua yang dilakukan istrinya. Bukankah sebelumnya dia tak pernah membawa tas perempuan sebelumnya, apalagi tas bayi :D.

Membeli Pembalut

Benarkah? Ya.. benar sekali, kadang kamu akan butuh suamimu untuk membelikan pembalut wanita pada saat-saat genting. Kadang, kehabisan pembalut bisa saja terjadi, dan um.. suami bakal dengan tanpa bebannya untuk pergi ke minimarket demi istri tercintanya ^_^.

Membeli Test Pack

Acara beli membeli tidak sampai di pembalut wanita saja, tapi juga test pack. Dalam rumah tangga, barang satu ini memang dibutuhkan bagi mereka yang punya rencana untuk menunda kehamilan, terlebih bagi pasangan yang tidak ikut program KB :D. So.. lucu gak sih :p.

Menyisir rambut

Bukan menyisir rambut sendiri, tapi menyisir rambut wanita, istrinya :D. Ini bukan soal tukang salon ya.. tapi perlakuan suami ke istrinya, pernah bayangin gak seorang laki-laki menyisir rambut wanita, mungkin banyak di sinetron dan drama televisi lainnya, tapi dalam kehidupan nyata, moment ini sangat istimewa dan benar-benar menunjukkan kasih sayang. Karena menyisir rambut itu butuh kelembutan kan :D.

Dan mungkin ada banyak hal-hal lain yang gak ada dalam buku sejarah lelaki sesuatu untuk dilakukan sendiri saat ia menikah. Bahkan, bagi mereka lelaki yang terkesan angkuh, jaim dan lain sebagainya, akan menyerah dengan permintaan istri tersebut.

Percayalah, pernikahan akan mengubahmu, pasanganmu, juga hidupmu menjadi hal-hal yang menarik dan selalu membuatmu merasa bersyukur bahwa telah memiliki dia. Bagaimanapun pasangan kita, dia tetaplah manusia yang memiliki kekurangan dan memiliki kelebihan juga kasih sayang. Gak usah ribut ketika dia gak pernah bilang sayang kepadamu, karena dengan perbuatannya, cinta jauh lebih dimengerti tanpa harus dicari dan diungkapkan. Tapi tetep ya.. wanita selalu ingin ungkapan, kalau sudah begitu, minta aja suami ucapin sayang, pasti mau juga haha..

Tidak usahlah kita mengikuti trend yang menjerumuskan kita kepada hal-hal yang seharusnya menjadi tidak boleh dilakukan jadi hal yang biasa untuk dilakukan. Hanya kehidupan bebas yang memperbolehkan mereka seperti itu, dan bagi kita, seharusnya kehidupan bebas seperti itu hanya boleh dilakukan dalam kehidupan rumah tangga, antara suami dan istri, dalam hubungan yang halal. Jaga kekasih halalmu dengan kepercayaan, dengan begitu, ia akan selalu menjaganya :). Ups.. jangan lupa juga, selalu meminta Allah untuk menjaga dirinya dari godaan hebat yang ada diluar sana, yuk nikah.

Al Quran Sebagai Pemberi Syafaat di Hari Akhirat

Hadis Nabi


Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: Bacalah al- Quran kerana ia akan datang pada Hari Akhirat kelak sebagai pemberi syafaat kepada tuannya. HR Muslim

Lihat pos aslinya

Al Quran

Hadis Nabi

  1. Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah Saw. (HR. Muslim)
  2. Sesungguhnya Allah, dengan kitab ini (Al Qur’an) meninggikan derajat kaum-kaum dan menjatuhkan derajat kaum yang lain. (HR. Muslim)  Penjelasan:  Maksudnya: Barangsiapa yang berpedoman dan mengamalkan isi Al Qur’an maka Allah akan meninggikan derajatnya, tapi barangsiapa yang tidak beriman kepada Al Qur’an maka Allah akan menghinakannya dan merendahkan derajatnya.
  3. Apabila seorang ingin berdialog dengan Robbnya maka hendaklah dia membaca Al Qur’an. (Ad-Dailami dan Al-Baihaqi)
  4. Orang yang pandai membaca Al Qur’an akan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti, dan yang membaca tetapi sulit dan terbata-bata maka dia mendapat dua pahala. (HR. Bukhari dan Muslim)
  5. Sebaik-baik kamu ialah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)
  6. Orang yang dalam benaknya tidak ada sedikitpun dari Al Qur’an ibarat rumah yang bobrok. (Mashabih Assunnah)
  7. Barangsiapa mengulas Al Qur’an tanpa ilmu pengetahuan maka…

Lihat pos aslinya 80 kata lagi